Lembah Waddan adalah sebuah area penting yang terletak antara Mekah dan Syam, karena merupakan jalur perlintasan kafilah dagang yang strategis. Di lembah itulah tinggal suku Ghifar yang terkenal. Merekahidup dari “pajak”yang dipungut padasetiap rombongan kafilah yang melintas, bahkan tak segan merampok kafilah yang tidak membayar sesuai ketentuan yang mereka tetapkan.Padasuatu masa,adasalah seorang anggotasuku Ghifar yang mengalami kegelisahan luar biasa karena mendengar selentingan berita tentang nabi baru di kota Mekah. Jundub bin Junadah, nama anggota suku ituyang kemudian dikenal sebagai Abu Dzar, merasakan kegelisahan itu begitu bergelora sampai akhirnyamendorong dirinya berangkat ke Mekah untuk mendatangi langsung sumber beritanya. Singkat cerita, datanglah Abu Dzar ke kota Mekah dan langsung jatuh cinta dengan ajaran Muhammad pada pertemuan pertama.
Abu Dzar adalah orang kelima/keenam yang pertama-tama masuk Islam. Dialah orang yang berani memproklamirkan keislamannyadi tengah keramaian kota Mekah. Alhasil, dirinya menjadi bulan-bulanan dipukuli wargaMekah waktu itu,sampai dilerai oleh Ibnu Abbas yang mengingatkan wargaMekkah bahwa Abu Dzar adalah wargaGhiffar yang akan menuntut balas jikamereka membunuhnya.
Abu Dzar sangat mencintai Rasulullah dengan segenap jiwa raganya. Suatu ketika, dalam perjalanan menuju perang Tabuk (9 H), Abu Dzar tertinggal karena lambatnyaunta yang dikendarai. Karena semakin tertinggal dari rombongan Rasulullah, AbuDzar memutuskan untuk berjalan kaki. Mengetahui hal tersebut, Rasulullah memutuskan berkemah di tempat terdekat. Lama mereka menunggu di tengah panas terik padang pasir, sampai akhirnya terlihat sesosok lelaki berjalan mendekat. Seorang sahabat berseru,
“YaRasul, itu Abu Dzar!!”
dan Rasulullah berkata,
“Semoga Allah mengasihi Abu Dzar, iaberjalan sendirian, akan meninggal sendirian, dan dibangkitkan kelak pun sendirian”.
Abu Dzar tiba dengan tubuh lemah dan pucat pasi karenakehausan. Rasulullah heran karena tangan Abu Dzar menggenggam sebungkus air minum.
“Kamu punyaair tetapi kamu tampak kehausan?“, tanya sang Rasul.
“YaNabi Allah, di tengah jalan aku sangat kehausan sampai akhirnya menemukan air yang sejuk. Aku khawatir Nabi juga merasakan kehausan yang sama, maka tidaklah adil jika aku meminum air ini sebelum Nabi meminumnya” jawab Abu Dzar.
Subhanallah, begitu besar cinta Abu Dzar kepada sang Nabi.
Setelah Rasulullah wafat, Abu Dzar meninggalkan kotaMadinah,untuk berdakwah dan mempertahankan nilai-nilai kehidupan dari kontaminasi kenikmatan dunia. Hidupnya semakin terkucil karena perbedaan pendapat dengan penguasa saat itu. Sabda Rasulullah tentang kesendirian Abu Dzar terbukti, ketika pada tahun 32 H, tiada yang menemani kepergiannya kecuali isteri dan anaknya. Menjelang meninggalnya, beliau berwasiat kepada isteri dan anaknya itu agar keduanya yang memandikan dan mengkafaninya.
Tatkala Abu Dzar meninggal, keduanya pun melakukan apa yang diwasiatkannya, lalu meletakkan beliau di pinggir jalan. Saat itu lewatlah Abdulah bin Mas’ud dan sekelompok rombongan dari Iraq untuk umrah. Mereka menemukan sebuah jenazah di pinggir jalan yang disampingnya ada seekor unta dan seorang anak yang berkata,
“Ini adalah Abu Dzar sahabat Rasulullah, maka tolonglah kami untuk menguburkannya”.
Maka, Abdullah bin Mas’ud pun menangis dan berkata,
“Sungguh telah benar Rasulullah,beliau bersabda bahwa Abu Dzar, dia berjalan pergi sendirian, dan meninggalpun dalam kesendirian, dan akan dibangkitkan dalam kesendirian pula”.
Itulah Abu Dzar Al Ghifari, yang dipuji oleh Rasulullah dalam sebuah sabdanya,
“Bumi tidak pernah menadah dan langit tidak pernah menaungi orang yang lebih jujur daripada Abu Dzar”